Pada tanggal 22 juni 2010, HIMA(Himpunan Mahasiswa) Sosiologi Antropolgi UNNES menyelenggarakan sebuah seminar nasional yang berjudul “ Membangun Profesionalisme Guru Sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan (antara Harapan dan Tantangan)”. Seminar ini bertempat di gedung FIS C7 lantai 3. Prof. Ravik Karsidi dan Prof. Haryono adalah pembicara dalam seminar tersebut. Prof. Ravik Karsidi merupakan guru besar sosiologi pendidikan dari Universitas Negeri Solo( UNS) sedangkan Prof. Haryono merupakan dosen dari Fakultas ilmu pendidikan UNNES. Moderator dalam seminar ini adalah bapak Moh. Yasir Alihi. Berikut adalah ringkasan dari materi yang diberikan oleh masing-masing pembicara.
Materi dari Prof. Ravik Karsidi
Dalam seminar ini Prof. Ravik mengatakan bahwa guru itu ibarat seorang dokter. Seorang dokter dalam memberikan obat pada pasiennya harus disesuaikan dengan penyakit yang diderita, bukan hanya asal memberikan obat saja. Begitu pula halnya dengan seorang guru, sebagai seorang pengajar dia seharusnya mengetahui kekurangan dan kelebihan peserta didiknya dengan demikian dia dapat memberikan materi yang sesuai dengan kondisi peserta didiknya dan bukan sekedar tunduk saja pada kurikulum yang berlaku. Karena jika hal demikain dilakukan rasanya sulit bagi seorang guru dalam memajukan kemampuan yang dimiliki oleh peserta daidiknya. Dan bukan sebutan sebagai seorang pengajar yang diperoleh guru melainkan tukang ajar karena hanya tunduk saja dengan apa yang sudah ditentukan oleh atasannya saja( menteri pendidikan).
Profesi seorang guru pun bukan merupakan hal yang mudah, diperlukan kelengkapan beberapa aspek untuk menempati gelar tersebut agar output( pesrta didik) yang dikeluarkan juga berkualitas. Dan aspek- aspek tersebut meliputi:
v Ilmu pengetahuan tertentu
Artinya, seorang guru itu harus benar-benar menguasai ilmu yang dia ajarkan pada peserta didiknya. Jadi tidak asal mengajar secara sembarangan atau tidak mengampu mata pelajaran yang sama sekali tidak berhubungan dengan background pendidikannya.
v Aplikasi kemampuan/ kecakapan
Seorang guru mampu menerapkan atau membagikan kemampuan ( ilmu) yang dia miliki pada peserta didiknya, sehingga peserta didik dapat benar-benar menangkap ilmu yang diberikan dengan libih mudah.
v Berkaitan dengan kepentingan umum
Seorang guru yang disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa itu harus mau dan tulus membagikan pengetahuan yang dia miliki pada siapa saja dan dimana saja tempatnya, tidak terkecuali dengan orang abnormal dan di tempat yang terpencil sekalipun. Karena semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan dan hal itupun juga menjadi tujuan nasional Negara ini yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945.
1. Dalam pasal(1) ayat 1 UUGD 2005 di jelaskan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utamanya yaitu: mendidik, mengajar, membimbing, melatih, menilai, dan mengevaluasi pesrta didik. Menurut Hoogvleld, mendidik adalah membantu anak supaya cukup cakap menyelenggarakan tugas hidupnya atas tanggung jawabnya sendiri. Dari sini dapat di artikan bahwa mendidik itu lebih ke arah perbaikan tindakan peserta didiknya(nilai-nilai keluhuran). Sementara yang dimaksud dengan mengajar lebih cendeung kearah akademisnya,
membimbing berkaitan dengan proses mendidik yakni mengarahkan pesrta didik untuk berbuat atau bertindak sebagai mana mestinya dan untuk melatih cenderung kepada proses mengajar, jadi mengukur kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik setelah mendapatkan pengetahaun dari guru dan setelah semua proses ini terlaksana maka proses yang terakhir adalah menilai dan mengevaluasi peserta didik, apakah kemampuannya sudah berangsur meningkat ataukah statis(tetap) dari sinilah guru dapat menyimpulkan apakah kinerjanya sudah membuahkan hasil atau belum.
Untuk menjadi seorang guru yang professional juga harus didukung oleh kompetensi yang standar, hal itu meliputi:
1. pemilikan kemampuan atau keahlian yang bersifat khusus
2. tingkat pendidikan minimal(program S1 atau program D-IV)
3. Sertifikasi Keahlian( uji kelayakan)
4. Harus menguasai keahlian dalam kemampuan materi keilmuan dan ketrampilan metodologi
5. Memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi atas pekerjaannya, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan Negara, Lembaga, dan Organisasi profesi
6. Guru juga harus mengembangkan rasa kesejawatan yang tinggi dengan sesama guru
Agar dapat menghasilan pendidikan yang bermutu, keprofesionalitasan seperti yang diuraikan diatas sangat diperlukan. Sebagai ukuran bermutu atau tidaknya suatu pendidikan dapat dilihat dari: lulusannya atau outpunya yang berkualitas, perubahan atau inovasi yang cepat yang diciptakan dalam dunia pendidikan serta lulusannya dapat bersaing dalam dunia kerja.
Setelah memaparkan proses-proses untuk mmenjadi seorang guru yang professional, berikut adalah beberapa hak yang dapat diperoleh seorang guru professional( DITJEN PMPTK)
a) guru berhak memperoleh penghasilan yang layak : gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan fungsional, tunjangan profesi guru, dan atau tunjangan khusus, serta maslahat tambahan.
b) tunjungan profesi: setara satu kali gaji pokok guru negeri pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
c) tunjungan khusus setara satu kali gaji pokk guru pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
d) selama guru belum memiliki sertifikat profesi, mereka memperoleh peningkatan kesejahteraan melalui perbaikan tunjangan fungsional.
Materi dari Prof. Haryono
Dengan adanya UU NO.14 Th. 2005, profesi sebagai guru akhirnya telah mendapatkan pengakuan secara legal( yuridis), jadi bukan lagi sebagai profesi yang dapat dianggap remeh serta hanya mendapatkan pengakuan semu sebagai pahlawan tanpa tanda jasa karena faktor belas kasihan belaka.
Kaitannya dengan peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru, Prof. Haryono mengatakan bahwa hal itu harus mengikuti prosedur-prosedur yang ada. Guru dikatakan sebagai seorang yang profesional apabila sudah menempuh program pendidikan S1/D4 kemudian dia berkompeten sebagai agen pembelajaran serta lulus dalam uji kompetensi(sertifikasi) dan mengkantongi sertifikat pendidik baru dia bisa memperoleh tunjangan profesi yang mana dapat digunakan dalam rangka pensejahterakan kehidupan seorang guru.
Klasifikasi guru menurut Prof. Haryono adalah sebagai berikut: di level pertama guru hanya memberitahu pesreta didiknya mengenai suatu ilmu atau pengetahuan kemudian baru. Di level kedua itu setelah memberitahu guru juga menjelaskan apa yang dia sampaikan itu. Level tiga setelah memberitahu dan menjelaskan, guru kemudian menunjukkan. Mulai dari menunjukan contoh-contoh nyata dari apa yang telah dipelajari bersama. Baru di level terakhir guru memberikan inspirasi atau pandangan kepada peserta didiknya bagaimana cara bertindak atau mengaplikasikan pengetahaun yang telah didapat.
Dan dalam upaya membangun citranya sebagai seorang yang professional, maka guru harus mengembangkan profesinya itu berdasarkan system merit, artinya pengakuan dan penghargaan yang dia dapat harus didasarkan pada karyanya yang berkualitas bukan semata karena belas kasihan. Di samping itu guru juga harus menguasai dasar iptek yang kuat, kiat-kiat profesi berdasarkan penelitian(riset) dan praksis pendidikan, serta mengembangkan kemampuan professional secara berkesinambungan.
Dampak Dalam Dunia Pendidikan
Dalam penyampaian materi oleh Prof. Ravik disebutkan dalam UUGD(Undang-undang Guru dan Dosen)No 14 Tahun 2005 mengenai tugas utama dari seorang guru, yang diantaranya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Di satu sisi dengan UU ni para pengajar memang mengetahui pasti apa ang menjadi tugas pokokya, namun disisi lainnya hal itu akan membuat guru untuk hanya terpaku pada patokan ini saja dan tidak berani bereksperimen dalam upaya mengkreasikan tugasnya itu, akibatnya sekarang para guru itu kaku dalam proses pengajaran dan menciptakan suasana yang membosankan di dalam kelas. Juga dalam DITJEN PMPTK 2005 dipaparkan mengenai hak guru, salah satunya berbunyi bahwa” guru berhak memperoleh penghasilan yang layak : gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan fungsional, tunjangan profesi guru, dan atau tunjangan khusus, serta maslahat tambahan”. Memang dengan adanya perturan ini membuat jerih payah seorang guru dihargai sehingga dia juga dapat mensejahterakan kehidupannya namun sekarang karena itulah tak jarang membuat beberapa guru yang mengenyampingkan tugas utamanya sebagai pengajar dan hanya berupaya bagaimana dia bisa mendapatkan haknya itu. Karaena ahal itu pula maka tak mengherankan mutu dari lulusan kita yang daya saingnya kurang karena gurunya sendiri tidak mengutamakan tugasnya sebagai pengajar. Dan adanya pembahasan mengenai sertifikasi dalam PP no. 19 th 20005: Standar Nasional Pendidikn Bab VI( seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/tidak sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada aayat(2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan. Adanya sertifikasi memang perlu untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dari pengajar, hal itu dianggap perlu dalam rangka meningkatan mutu kualitas dapi para pengajar agar manpu menghasilkan lulusan yang berkualitas pula dan hal itu adalah nilai plus dari adanya sretifikasi. Namun sekarang pada kenyataannya banyak juga guru yang sudah bersertifikasi namun kualitasnya tidak jauh lebih baik dari guru yang tidak lulus sertifikasi atau belum tersertifikasi. Hal itulah yang seharusya segera di perbaiki oleh dept.pendidikan negeri ini jika ingin melahirkan generasi penerus yang jenius maka para pengajarnya harus benar- benar dipastikan berkualitas pula.
Daftar Pustaka
Seminar Nasional
Pp no. 19 th 2005: standar nasional pendidikan bab VI
DITJEN PMPTK 2005
BUKU PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN
0 komentar:
Posting Komentar